Lora Suminar, Elisa (2010) Analisis Atas Penerapan Withholding Tax System Dan Pencatatan Akuntansi Untuk Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 23 Pada PT. Inti (Persero) Bandung. Diploma thesis, Universitas Komputer Indonesia.
Full text not available from this repository.Abstract
Negara Indonesia, sebelum kedatangan bangsa Eropa, Kerajaan seperti Mataram, kediri dan Majapahit, sudah mengenal yang namanya pajak. Walaupun pada saat itu pajak lebih dikenal dengan nama upeti, dan bentuk pajak yang dikenal adalah berupa pajak tanah dan pajak tidak langsung terhadap barang dagangan. Pejabat kerajaan pemungut pajak tidak digaji oleh kerajaan, sehingga seringkali mereka menerapkan pajak secara berlebihan, dan pemungutan pajak ini dilakukan dengan paksa. Upeti perorangan ataupun kelompok orang diberikan kepada raja atau penguasa sebagai bentuk penghormatan dan tunduk patuh pada kekuasaan raja atau penguasa wilayah. Upeti tersebut berupa hasil bumi dan pemajakan barang dagangan. Dan sebagai imbalannya maka rakyat mendapatkan pelayanan keamanan dan jaminan ketertiban. Pajak tersebut dipakai untuk kepentingan ekonomi daerah atau kerajaan, membiayai penyelenggaraan pemerintahan setempat dan membiayai pertahanan dan kekuatan kerajaaan. Pemungutan pajak yang pada mulanya diwarnai dengan bentuk-bentuk penindasan dan kesewenangan penguasa hanya untuk kesenangan penguasa semata, melayani penguasa dan juga hanya untuk kepentingan perluasan daerah kekuasaan, lambat laun mulai mengalami perubahan. Masalah hak asasi manusia lebih dikedepankan menjadi tonggak hak asasi manusia. Seiring dengan berjalannya waktu itulah, maka Negara Indonesia pun mulai menerapkan berbagai bentuk pajak, mulai dari pajak bumi dan bangunan, pajak penghasilan, pajak perseroan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga (nilai sewa dan bangunan, nilai perabot, sepeda motor, mobil), pajak pertambahan nilai dan pajak lainnya. Pajak itu sendiri adalah merupakan iuran wajib yang dipakai untuk menutupi pengeluaran rutin negara dan biaya pembangunan. Karakteristik dari pemungutan pajak tersebut dilakukan berdasarkan Dasar Hukum dan Prinsip Pemungutan Pajak. Prinsip pemungutan pajak tersebut harus menurut falsafah hukum yaitu pemungutan pajak harus dilakukan berdasarkan asas keadilan, asas yuridis, asas ekonomis, dan asas financial. Kemampuan seseorang untuk membayar pajak adalah dilihat dari pengeluaran yang dilakukan, karena dengan pengeluaran yang dilakukan maka dianggap mampu untuk membayar pajak, dan tentu saja pajaknya pun adalah relatif, sesuai dengan besaran pengeluaran seseorang. Selain itu kemampuan seseorang untuk membayar pajak dilihat pula dari harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang, harta kekayaan yang dapat menghasilkan penghasilan yang dimiliki seseorang, dan penghasilan seseorang yang semakin banyak. Indonesia, saat ini, sebagai salah satu negara berkembang yang sedang berusaha melaksanakan pembangunan di segala bidang, salah satunya di bidang ekonomi. Karena perekonomian negara yang baik akan menunjang kelangsungan hidup masyarakatnya, oleh karena itu, pemerintah berusaha mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang ada dari dalam negeri itu sendiri untuk memperoleh dana yang dibutuhkan untuk pembiayaan pembangunan tersebut, dan salah satu potensi tersebut berasal dari Sektor Pajak. Sebagai salah satu sumber devisa negara, pajak merupakan penerimaan negara paling besar. Sektor pajak merupakan unsur yang sangat penting dalam menunjang kebutuhan pembangunan. Oleh karena itu hal yang paling utama untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia adalah dengan adanya partisipasi rakyat Indonesia dalam membayar pajak. Perkembangan pajak pada saat ini menjadi sesuatu yang begitu populer dengan meningkatnya peranan dari sektor perpajakan dalam APBN maupun APBD. Penerimaan pajak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan tuntutan kemandirian pembiayaan negara. Tuntutan besarnya target ini diimbangi dengan upaya pengumpulan pajak oleh fiskus yang semakin serius. Hal ini dapat dilihat dari makin gencarnya sosialisasi pajak melalui berbagai media. Dalam mencapai tingkat kesejahteraan dan kemakmuran dalam pembangunan Negara Indonesia ini maka pajak yang diterima oleh negara harus besar jumlahnya. Untuk itu pajak sebagai sumber pendapatan dan penerimaan negara perlu terus di tingkatkan, sehingga pembangunan nasional dapat di laksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian. Kesadaran setiap Wajib Pajak (WP) di bidang perpajakan harus di tingkatkan, karena pada kenyataannya masih banyak Wajib Pajak yang belum tahu akan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Salah satu caranya adalah dengan partisipasi seluruh masyarakat serta para penyelenggara pemerintah sebagai abdi bangsa sangat perlu untuk melancarkan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan pendapatan negara. Besar atau kecilnya pajak yang diterima oleh negara sangat berpengaruh terhadap jalannya pembangunan. Semakin besar jumlah angka pajak yang diterima oleh negara, maka kesempatan untuk membangun ataupun membenahi pembangunan di setiap sektornya, akan semakin cepat terealisasi, sehingga merata dan dampaknya bisa dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat. Sebaliknya apabila penerimaan pajak yang diterima negara kecil, maka otomatis akan memperlambat perkembangan pembangunan yang sedang berjalan. Akan tetapi sangat disayangkan, karena masih banyak masyarakat yang belum menyadari pentingnya membayar pajak. Hal ini terbukti dari jumlah orang yang mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih banyak daripada orang yang membayar pajak, baik itu Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan/Perusahaan. Hal itu dikarenakan adanya anggapan pajak tersebut hanya beban semata, padahal pengenaan pajak melalui Perdirjen ini bukanlah jenis pajak baru yang ditambah-tambahkan dari yang ada, melainkan sebagai turunan dan penegasan pelaksanaan ketentuan undang-undang pajak penghasilan (PPh). Untuk itulah pemerintah mempunyai tugas yang cukup berat untuk menyadarkan setiap warganya untuk mematuhi peraturan mengeanai pajak. Salah satu jenis pajak yang kita kenal yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23. Ada dua dasar pemotongan pajak penghasilan pasal 23 yaitu dari jumlah bruto untuk penghasilan berupa deviden, bunga termasuk premium, diskonto, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang, royalti, hadiah dan dari perkiraan penghasilan neto untuk penghasilan berupa sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa selain yang telah di potong PPh pasal 21. Pajak penghasilan pasal 23 merupakan hal yang penting, sama halnya dengan pajak lainnya, dan PT. INTI sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23 wajib melakukan perhitungan, pemotongan dan pelaporan atas pembayaran sewa dan pengahasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dan jasa pihak lain. Fenomena yang terjadi berkaitan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan PPh Pasal 23 di PT. INTI (Persero) menurut pak Teo salah satu pegawai adalah pelaksanaan pemotongan PPh pasal 23 dan pencatatan akuntansi pajak penghasilan (PPh) pasal 23, masih terjadi kesalahan pencatatan pada sistem manual. Fenomena tersebut di pandang penting, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan mengetahui bagaimana Withholding Tax System PPh Pasal 23. Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menyusun Laporan Tugas Akhir dengan judul �¢���� Analisis atas Penerapan Withholding Tax System dan Pencatatan Akuntansi untuk Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 pada PT. INTI (Persero) Bandung �¢����.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Analisis, pencatatan akuntansi, pph pasal 23 |
Subjects: | D3 Tugas Akhir > Akuntansi > 2010 |
Divisions: | Universitas Komputer Indonesia > Perpustakaan UNIKOM |
Depositing User: | Admin Repository |
Date Deposited: | 16 Nov 2016 07:53 |
Last Modified: | 16 Nov 2016 07:53 |
URI: | http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/15447 |
Actions (login required)
View Item |