Mustika, Rina (2010) Tinjauan Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Diploma thesis, Universitas Komputer Indonesia.
Full text not available from this repository.Abstract
Sejalan dengan perkembangan zaman menuntut lahirnya perubahanperubahan dan modernisasi dalam berbagai aspek/sektor. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh dalam setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan-perusahaan baik swasta maupun pemerintahan. Hal tersebut menjadikan masalah yang ternyata tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang ini, sehingga menuntut lahirnya perbaikan dalam segala aspek. Kemajuan dan perkembangan zaman sangat menuntut pemerintah untuk melakukan berbagai kebijakan dalam upaya untuk mencapai kemakmuran bagi seluruh masyarakat Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemajuan suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. Kita tinggal di negara yang sumber pembiayaan APBN nya sebagian besar berasal dari pajak, oleh karena itu kita harus memenuhi kewajiban perpajakan secara rutin agar pembangunan di negara dapat terlaksana dengan baik. Pada dasarnya pajak merupakan iuran dari masyarakat kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak Bab I Pendahuluan 2 mendapat prestasi kembali secara langsung dimana pajak merupakan suatu bentuk perwujudan penghasilan dan peran serta dari rakyat suatu negara dan pembangunan nasional. Jadi, pajak merupakan salah satu sumber pendapatan/penghasilan dalam negeri yang sangat berguna untuk mewujudkan pembangunan nasional. Penanggung pajak merupakan orang pribadi atau badan termasuk wakil yang bertanggung jawab membayar kewajiban perpajakannya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Oleh karena itu setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada Kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak. Persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Sedangkan persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannnya. Meskipun pajak merupakan sumber pendapatan negara yang paling potensial, hal itu tidak dapat terwujud secara maksimal tanpa adanya peran dari wajib pajak yang patuh dan memiliki kesadaran terhadap kewajibannya untuk Bab I Pendahuluan 3 membayar pajak. Seperti yang kita ketahui semakin banyak jumlah wajib pajak yang membayar pajaknya maka pendapatan negara semakin meningkat. Oleh karena itu pemerintah membuat kebijakan yang terdapat dalam UU No.16 tahun 2000 tentang Ketetapan Umum Tata Cara Perpajakan, dalam hal ini pemerintah menerapkan self assessment system yaitu suatu sistem perpajakan yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk memenuhi dan melaksanakan sendiri kewajiban dan hak perpajakannya. Namun demikian, kemudahan yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak dalam mengurus pajak sering menemui kendala dan hambatan. Dalam praktiknya, tidak semua wajib pajak tepat menghitung pajaknya dengan benar dan bahkan tidak menyetorkan pajaknya, ada yang dengan sengaja mengurangi jumlah pajaknya namun ada juga yang tidak sengaja salah menghitung jumlah pajaknya, sehingga harus dilakukan penagihan kembali kepada wajib pajak atas tunggakan utang pajak yang harus dibayar dan perlu tindakan penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat dan memaksa. Utang Pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Oleh karena itu perlu dilakukan penagihan pajak dengan surat paksa dilakukan apabila wajib pajak atau penanggung pajak lalai melaksanakan kewajiban membayar pajak dalam waktu sebagaimana telah ditentukan dalam pemberitahuan sebelumnya (Surat Teguran), maka penagihan Bab I Pendahuluan 4 selanjutnya dilakukan oleh jurusita pajak dengan menggunakan surat paksa yang diberitahukan oleh jurusita pajak dengan pernyataan dan penyerahan kepada penanggung pajak. Penagihan pajak dengan surat paksa ini dilakukan oleh jurusita pajak pusat maupun daerah. Dengan adanya kebijakan penagihan utang pajak tersebut diharapkan agar pendapatan negara dari pajak dapat optimal dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pembayaran kewajiban perpajakannya. Pelunasan utang pajak oleh wajib pajak merupakan salah satu tujuan penting pemberlakuan Undang�¢����undang Nomor 17 Tahun 1997 ini. Untuk menambah ketajaman upaya penagihan pajak, dalam keadaan tertentu terhadap wajib pajak dapat dikenakan penagihan pajak dengan surat paksa yang nantinya akan diikuti penyitaan, pelelangan dan bahkan penyanderaan. Wajib pajak pada dasarnya memiliki kewajiban pajak kepada negara secara materiil dan secara formal. Secara materiil, wajib pajak mempunyai kewajiban membayar pajak yang terutang begitu peraturan atau undang-undang pajak diundangkan, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak, seperti yang terlihat dalam pembayaran PPH pasal 25, SPT PPH Pasal 21, maupun SPT Masa PPN. Secara formal, wajib pajak mempunyai kewajiban perpajakan setelah mendapatkan tagihan pajak dari Direktorat Jenderal Pajak yang berupa Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, Surat Keputusan Pembetulan yang mengakibatkan pajak yang harus Bab I Pendahuluan 5 dibayar bertambah. Surat-surat tersebut merupakan sarana bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan penagihan. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak akan lebih fokus melakukan program penagihan utang pajak yang tertinggal dibandingkan program pemeriksaan kepada wajib pajak (WP). Menyusul pembentukan direktorat baru di lingkungan Ditjen Pajak yakni Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, Ditjen Pajak akan berupaya mengoptimalkan fungsi penagihan yang selama ini relatif tertinggal dibandingkan fungsi pemeriksaan. [Sumber : Medan Bisnis, 2 Juni 2009]. Ternyata, bukan hanya perusahaan swasta dan perorangan saja yang punya utang pembayaran pajak. Badan usaha milik negara (BUMN) bahkan memiliki utang pajak yang cukup besar. Utang pajak dari seluruh BUMN yang ada di Indonesia, jumlahnya mencapai Rp 19,3 triliun. Tunggakan utang pajak tersebut terdapat pada PT Kereta Api, PT Garuda Indonesia dan PT Pertamina. Terkait hal itu, Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) pun akan mulai giat menagih tunggakan utang pajak BUMN sebagai prioritas untuk menutup target penerimaan pajak di tahun ini. [Sumber : Kontan Online, 9 Oktober 2009]. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees merupakan salah satu kantor pelayanan pajak yang mempunyai fungsi mulai dari pelayanan, pemeriksaan sampai dengan penagihan utang pajak dalam upaya meningkatkan penerimaan negara di sektor pajak. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees ini pun merupakan kantor pelayanan pajak yang wilayah kerjanya luas dan padat penduduk sehingga cukup banyak melayani wajib pajaknya. Dalam hal Bab I Pendahuluan 6 penagihan pajak, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees mempunyai dan menyimpan laporan tentang pajak khususnya dalam hal penerimaan pajak baik berupa penerimaan langsung atau tidak langsung sesuai dengan fungsinya. Menurut perhitungan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees dalam laporan tunggakan utang wajib pajak bulan Febuari 2010, pada tahun 2009 terdapat total tunggakan Rp. 72.713.000,- sedangkan untuk tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar Rp.97.233.898.000,-. Hal ini sangatlah merugikan negara karena ternyata tunggakan utang pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees saja mencapai lebih dari 97,4 Milyar. Pelaksanaan penagihan utang pajak cukup rumit dimulai dari penerbitan surat teguran, surat paksa, penyitaan barang, lelang barang sitaan sampai dengan penyanderaan. Maka dari itu pelaksanaan penagihan tunggakan utang pajak harus diperhatikan salah satunya dengan berkoordinasi dan bekerjasama dengan intansiintansi yang terkait seperti Kepolisian atau Bank yang bersangkutan selain itu juga kurangnya tenaga ahli/ pegawai yang mengusai semua tugas/job description pada seksi penagihan sehingga pelaksanaan penagihan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees kurang optimal. Oleh karena itu, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees dijadikan sebagai tempat penelitian. Berdasarkan uraian tersebut, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pelaksanaan penagihan tunggakan utang pajak untuk dapat meningkatkan dan mengoptimalkan penerimaan pajak pada kas Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, Hasil dari penelitian tersebut dituangkan penulis Bab I Pendahuluan 7 dalam bentuk Laporan Tugas Akhir dengan judul : �¢���� Tinjauan Atas Pelaksanaan Penagihan Tunggakan Utang Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees�¢����.
Item Type: | Thesis (Diploma) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Tinjauan Atas pelaksanaan, tunggakan pajak, kantor pajak pratama |
Subjects: | D3 Tugas Akhir > Akuntansi > 2010 |
Divisions: | Universitas Komputer Indonesia > Perpustakaan UNIKOM |
Depositing User: | Admin Repository |
Date Deposited: | 16 Nov 2016 07:53 |
Last Modified: | 16 Nov 2016 07:53 |
URI: | http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/15484 |
Actions (login required)
View Item |