Pratama Sari, Agus (2001) Menciptakan perkampungan dekat kantor, why not?
Full text not available from this repository.Abstract
satulelaki.com - Tidak banyak orang yang concern pada masalah lingkungan. Apalagi bekerja total dan selalu memikirkannya. Padahal, masalah lingkungan sangat mempengaruhi keseimbangan kehidupan manusia di masa depan. Budaya masyarakat perkotaan yang cenderung arogan membuat orang lupa dengan lingkungan sekitarnya. Sosok seorang Agus Pratama Sari mungkin bisa dijadikan perbandingan untuk menentukan sikap kita terhadap lingkungan. Perhatian dan kepeduliannya terhadap lingkungan, sudah ada dalam diri lelaki kelahiran jakarta, 2 Agustus 1966 ini, sejak masih kuliah di ITI Serpong. Tak heran, apabila ia bergabung dengan berbagai LSM yang mengurusi masalah-masalah lingkungan. "Banyak orang salah kaprah dalam memandang masalah lingkungan. Lingkungan itu mempunyai cakupan bidang yang sangat luas. Di samping itu, kalau masalah lingkungan ini tidak ditangani secara serius, kasihan anak cucu kita nanti," ungkap President Director Pelangi ini. Ditemui di kantornya di kawasan Pejompongan, kepada Herwin Pineda dari satulelaki.com, lelaki yang suka kegiatan hiking dan membaca buku ini menuturkan konsep berpikirnya tentang lingkungan. Apa itu Pelangi? Pelangi itu adalah sebuah lembaga riset di bidang lingkungan. Berdirinya secara resmi sekitar sembilan tahun yang lalu. Isu yang ditangani adalah isu lingkungan perkotaan, khususnya Jakarta. Di antaranya isu energi, transportasi, dan juga kehutanan. Polusi udara dan polusi air juga kita teliti. Nah, yang dilakukan Pelangi adalah menjadi jembatan. Misalnya jembatan antara penelitian dan kebijakan, jembatan antara masyarakat dan pemerintah, jembatan antara isu lokal dan isu global. Apakah Pelangi selalu sejalan dengan pemerintah? Tergantung isunya. Kalau pemerintah baik, kita temani. Kalau pemerintah sedang nggak baik, ya kita musuhi. Jadi kalau kebijakan pemerintah sama dengan visi kita, kita dukung dan berkolaborasi. Kalau kebijakannya bertentangan dengan kepentingan masyakarat, maka kita tidak bisa bekerja sama. Contohnya, pada kasus dana reboisasi, dimana pemerintah tidak berpihak pada lingkungan dan masyarakat. Yang paling sering ditangani dan menjadi problem klasik di perkotaan apa sih? Sekarang ini adalah transportasi dan polusi udara. Karena keduanya mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan. Dampaknya ke masyarakat pun juga sangat besar, terutama dalam kesehatan masyarakat. Timbal berdampak pada otak, sulfur pada peningkatan kadar ozon dan sesak napas, dan sebagainya. Makanya, kita mendukung pemerintah agar bensin per 1 Juli nanti bebas timbal. Lalu kita juga melihat, cara lain yang mungkin lebih praktis mengurangi polusi udara adalah dengan mengurangi kuantitas mobil yang ada. Ketiga, memfasilitasi kendaraan yang tidak bermotor, seperti becak. Yang terakhir yang bisa kita lakukan untuk saat ini adalah menekan keinginan untuk berpindah ke tempat lain. Dalam hal ini keluar dari Jakarta. Maksudnya? Begini, selama ini kan kota itu dibangun sedemikian rupa sehingga orang yang kerja tinggal jauh dari tempat kerjanya. Kerjanya di Sudirman, tinggalnya di Depok sana. Kerjanya di Kuningan, tinggalnya di Bekasi. Kenyataannya begitu. Itu kan pemborosan infrastruktur umum. Padahal kalau kita mau jujur, di Jakarta ini masih banyak lahan-lahan yang bisa dibangun untuk perumahan. Bohong kalau ada yang bilang Jakarta sekarang sudah sempit. Di belakang gedung-gedung tinggi besar itu, banyak sekali lahan yang bisa dibuat rumah. Sehingga orang tidak perlu tinggal jauh-jauh dari dimana ia bekerja. Enak kan kalau begitu. Soal becak tadi, artinya Pelangi setuju-setuju saja jika becak berkeliaran di Jakarta? Iya, betul. Kami termasuk pihak yang tidak setuju penghapusan becak di Jakarta. Jakarta ini tetap macet kok jika becak dianggap sebagai biang kemacetan. Untuk menunjukkan Jakarta sebagai kota modern, sehingga harus bebas becak, juga tidak bisa dibenarkan. Di Singapur ada becak, di San Francisco ada becak. Jadi penghapusan becak saya rasa merupakan alasan yang dipaksakan oleh Pemda DKI. Bagaimana Anda melihat perilaku masyarakat perkotaan terhadap lingkungannya? Saya melihat sudah pada tahap elu-elu, gue-gue. Padahal yang namanya menjaga lingkungan itu harus colective action. Dan itu bisa dilakukan kalau perasaan kebersamaannya masih ada. Kalau perasaan kebersamaannya sudah nggak ada, orang sudah nggak peduli mau buang sampah di kali akan berakibat pada orang lain. Sebaliknya, kalau masih ada, saya yakin orang itu akan berpikir dua kali sebelum melakukan suatu tindakan. Apa yang menjadi dampak terhadap tetangga saya dari tindakan saya itu. Apakah ini merupakan ciri dari masyarakat perkotaan? Ini adalah ciri dari masyarakat kota besar di negara berkembang. Misalnya Jakarta, Manila, dan Bangkok. Di ketiga negara tersebut, fokusnya memang di ketiga kota itu. Berbeda dengan Malaysia, dimana Kuala Lumpur bisa diimbangi kota-kota lainnya macam. Perasaan kebersamaan itu kan paling kuat dimasyarakat perkampungan. Sebetulnya, perkampungan masih banyak di Jakarta ini lho. Coba perhatikan. Pasti kerja sama dan kebersamaannya masih sangat erat dan kental. Mengaturnya pun lebih gampang. Ada sangkut-pautnya dengan budaya? Tentu saja. Kita bisa lihat bagaimana sikap masyarakat Jogjakarta. Quality of life-nya tinggi sekali. Identitas masyarakatnya pun kuat sekali. Kultur Jawanya, kesultanannya yang tetap dijaga sampai sekarang, itulah yang membuat Jogja seperti yang kita lihat sekarang. Kalau tidak ada itu, pasti tidak ada Jogja. Nah, Jakarta sudah tidak punya semua itu. Budaya Betawi sudah lari entah kemana. Yang ada adalah budaya kosmopolitan. Apa yang dilakukan Pelangi dalam mengkampanyekan peduli lingkungan ini? Ada tiga yang kita lakukan. Pertama, melakukan lobi dengan pemerintah secara langsung. Kedua, dengan mengajak civil society lain, macam Walhi atau LSM lain untuk mengembangkan sebuah isu. Caranya dengan membuat jaringan-jaringan. Misalnya, membuat jaringan transportasi di Indonesia. Lalu jaringan transportasi berkelanjutan di Asia Pasifik. Terakhir, menyampaikan kepada masyarakat lewat media. Bagaimana Anda menikmati kepuasan dalam bekerja di bidang lingkungan ini? Memang bekerja seperti ini tidak bisa mendapatkan hasil secara langsung dan dengan cepat. Saya sadar dan tahu betul bahwa mungkin apa yang saya dan teman-teman saya lakukan sekarang ini baru ada hasilnya dua generasi yang akan datang. Nah, mengukur kepuasannya adalah dengan melihat perkembangan dari hasil penelitian. Dari melihat grafik kesadaran masyarakat dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun, merupakan sebuah kepuasan yang amat memuaskan saya. Dengan begitu kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. [win] (Koleksi Perpustakaan Pelangi)
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Collections > Koleksi Perpustakaan Di Indonesia > Perpustakaan Di Indonesia > JKPKJPLH > Perpustakaan PELANGI Indonesia > Environment > Pembangunan |
Divisions: | Universitas Komputer Indonesia > Perpustakaan UNIKOM |
Depositing User: | Admin Repository |
Date Deposited: | 16 Nov 2016 07:38 |
Last Modified: | 16 Nov 2016 07:38 |
URI: | http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/3706 |
Actions (login required)
View Item |