KAMPANYE PEDULI ANAK JALANAN MELALUI FILM DOKU DRAMA

Destian Azizi, Deni (2006) KAMPANYE PEDULI ANAK JALANAN MELALUI FILM DOKU DRAMA. Diploma thesis, Universitas Komputer Indonesia.

Full text not available from this repository.
Official URL: http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=rea...

Abstract

Anak merupakan generasi penerus masa depan suatu bangsa yang kelak dihadapkan menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat dan negara terutama bagi agamanya. Menurut UNICEF yang mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia 0 s/d 18 tahun, sementara menurut undang-undang RI Nomor 23 Tahun tahun 2002 yang menyatakan bahwa anak adalah seeorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang ada dalam kandungan. Masa anak merupakan masa pembentukan kepribadian yang akan menentukan kualitas anak, karena yang terjadi pada masa tersebut akan turut menentukan perkembangan anak selanjutnya, sehingga pada tahap tersebut anak perlu mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara wajar fisik, psikis maupun sosial. Istilah anak biasa juga diartikan sebagai turunan yang kedua setelah orang tua. Secara umum di Indonesia anak adalah orang yang belum dewasa. Sedang batasan dewasa adalah mereka yang sudah menikah atau berusia di atas dua puluh tahun. Orang berumur enam belas tahun yang sudah menikah pada umumnya tidak disebut anak lagi, melainkan orang dewasa. Penyebutan ini karena alasan sudah berkeluarga. Batasan berkeluarga atau menikah ini lebih banyak di gunakan dalam praktek sehari-hari, misalnya orang yang berumur dua puluh dua tahun berdasarkan batasan umur, usia ini masuk kategori bukan anak lagi, melainkan orang dewasa. Namun karena dia belum menikah, dan atau menempuh studi biasanya masih dianggap anak. Menurut Syeikh M. Jalaludin Mahfudz, dalam bukunya “Psikologi Anak dan Remaja”, membagi fase-fase usia anak sebagai berikut; dari mulai lahir sampai usia dua tahun disebut fase persiapan, dari usia dua tahun sampai enam tahun disebut fase permulaan anak-anak, dari usia enam tahun sampai dua belas tahun disebut fase paripurna anak-anak, dari usia dua belas tahun sampai lima belas tahun disebut permulaan remaja, dari usia lima belas sampai delapan belas disebut fase pertengahan remaja, dan usia delapan belas sampai dua puluh dua tahun disebut fase paripurna remaja, dari fase-fase tersebut dapat disimpulkan bahwa Jalaludin Mahfudz memberi batasan usia dua belasan tahun, dan selebihnya usia remaj, pemuda dan lanjut usia. Menurut pendapat dosen fakultas psikologi UGM, Koentjoro, anak adalah mereka yang masuk kategori remaja tengah ke bawah. Orang tua baik secara jasmani, rohani maupun sosial, anak belum memiliki kemampuan untuk mandiri dan dapat memenuhi kehidupan hidupnya. Bagi sementara anak yang kini tingal dengan orang tuannya serta mengenyam rasa aman, kasih sayang, pendidikan serta pemenuhan kebutuhan lain yang terlingkup pada aspek jasmani, rohaniah dan sosial sebagaimana mestinya, haltersebut bukanlah menjadi masalah, akan tetapi tidak semua anak dapat mengenyam secara wajar hak-hak mereka maka anak tersebut dikategorikan terlantar dan salah satu permasalah anak terlantar yaitu penomena anak jalanan. Anak jalanan merupakan anak dikarenakan dengan berbagai hal berada dijalanan baik yang masih ada hubungannya dengan keluarga maupun sudah tidak ada lagi dengan berbagai aktifitasnya berupa kegiatan ekonomi jalanan. Berdasarkan hasil pemetaan dan survei sosial anak jalanan yang dilakukan oleh Pusat Kajian Pembangunan Masyarakat (PKPM) Unika Atma Jaya Jakarta bekerja sama dengan Departemen Soaial RI, tahun 1999, jumlah anak jalanan di 12 kota besar Indonesia sebanyak 40.000-50.000 anak jalanan. Sedangkan di Bandung berkisar antara 2.714 samapai 3,539 orang. Mereka tersebar di 120 kantong-kantong seperti terminal, perempatan, pasar, emperan pertokoan, dan lainnya. Namun demikian, secara kuantitas dan kualitas, anak jalanan mengalami peningkatan sejalan dengan krisis moneter yang berakumulasi pada krisis multi dimensi. tidak kurang dari 10.500 anak jalanan masih lalu lalang di kota wisata belanja ini menanti perhatian. Anak jalanan dengan segala implikasi dan aspek yang ditimbulkannya akan membawa dampak buruk, baik terhadap anak jalanan itu sendiri maupun terhadap masyarakat. Kerawanan anak jalanan yang mengarah kepada perilaku anti sosial ditandai dengan adanya indikasi tindakan yang berperilaku menyimpang dari norma, hukum, agama, dan etika, seperti pemaksaan, pemerasan, dan tindakan kriminal. Dalam menangani masalah anak-anak jalanan, Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat menggunakan model rumah singgah. Pengertian rumah singgah adalah suatu anak yang dipersiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu mereka. Rumah singgah merupakan tahap awal bagi anak jalanan untuk memperoleh layanan lebih lanjut. Salah satu pelayanan terhadap anak jalanan ini, yaitu: pemberdayaan untuk anak jalanan melalui pelayanan keterampilan. Dilihat dari alasan anak dan aspirasi anak jalanan 49,9% membantu pekerjaan orang tua. Anak jalanan yang tinggal di kota atau hidup dengan orang tuanya mau mendapatkan pendidikan keterampilan yaitu sebesar 67,8% sedangkan yang menginginkan kembali ke sekolah sebesar 50%. Dalam membantu Pemerintah dalam program pemberdayaan anak jalanan melalui rumah singgah, perlunya diadakan kampanye peduli anak jalanan dalam program pelayanan keterampilan. Itulah yang menjadi latar belakang penulis mengambil judul: “Kampanye Peduli Anak Jalanan melalui Film Doku Drama”.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: S1-Final Project > Fakultas Desain > Desain Komunikasi Visual > 2006
Divisions: Universitas Komputer Indonesia > Fakultas Desain
Universitas Komputer Indonesia > Fakultas Desain > Desain Komunikasi Visual (S1)
Depositing User: Admin Repository
Date Deposited: 16 Nov 2016 07:44
Last Modified: 16 Nov 2016 07:44
URI: http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/8088

Actions (login required)

View Item View Item