Juhariah, Juju (2007) PELAKSANAAN KITAB UNDANG – UNDANG HUKUM ACARA PIDANA DI SATUAN RESERSE KRIMINAL POLWILTABES BANDUNG DALAM PROSES PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN.
Full text not available from this repository.Abstract
Kepolisian wilayah kota Bandung tidak mempuyai catatan yang rinci mengenai sejarah keberadaanya. Namun dalam hal ini akan dipaparkan secara garis besar sejarah Polwiltabes dan kondisi kepolisian di Indonesia. Bangunan gedung Mapolwiltabes Bandung didirikan pada tahun 1866 yang bertempat di Jl. Merdeka No.16, 18 dan 20 Bandung itu dulunya berfungsi sebagai Sekolah Guru (Kweekschool Voor Inlandsche Onderwijers) yang didirikan atas inisiatif seorang Belanda yang bernama K. F. Hole sebagai Administatur perkebunan The Waspada di gunung Cikuray, Bayongbong Garut. Di sekolah inilah pernah belajar tokoh-tokoh nasional seperti Abdulharis Nasution dan Otto Iskandardinata. Dilihat dari sejarah berdirinya Polwiltabes Bandung dimulai pada tahun 1966 dimana belum ada polsekta-polsekta. Kepolisian di bandung pada tahun itu berdiri dengan nama Komtabes, dengan pembagian wilayah hukum terdiri dari: a. Seksi I Alun- alun Bandung b. Seksi II Sawung Galing c. Seksi III Pasirkaliki ( Cicendo) d. Seksi IV Simpang lima Komtabes Bandung yang didirikan pada tahun 1966, kemudian istilahnya diganti menjadi Poltabes pada tahun 1970 dengan membawahi 18 polsekta antara lain, Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojong Loa, Astana Anyar, Andir, Cicendo, Sukajadi, Sukasari, Cicadap, Cipahit, Coblong, Regol, Lengkong, Batununggal, Kiaracondong dan Cibeunying. Kemudian setelah 10 tahun dimana Kotamadya Bandung mengalami pemekaran nama Poltabes Bandung diubah menjadi Polwiltabes Bandung yang membawahi tiga polresta yaitu: a. disingkat Polresta Bandung Barat (membawahi 8 Polsekta) b. Polresta Bandung Tengah (membawahi 9 Polsekta) c. Polresta Bandung Timur (membawahi 6 Polsekta) Pada masa penjajahan Belanda dengan penguasaan beberapa daerah, fungsi kepolisian itu dihidupkan seperti yang ada di Negeri Belanda yaitu fungsi kepolisian itu berdiri sendiri dan pimpinan puncaknya adalah pimpinan wilayah setempat (Residen Gubernur Jendral). Semua diatur sesuai dengan struktur dan kewenangan serupa dengan yang ada di Belanda, maksud hal di atas adalah lebih menekankan tegaknya aturan demi kepentingan penjajah dan bukan demi kepentingan rakyat. Pada masa penjajahan Jepang, karena dalam situasi perang, Pemerintahan Jepang mengaplikasikan Pemerintahan Militer dan Hukum Militer. Dalam kondisi begitu, fungsi polisi hanya sebagai pelengkap. Fungsi tersebut tetap diwarnai oleh Pemerintahan Militer dan Hukum Militer yang ditandai dengan penguasaan polisirahasia yang disebut Ken Petai dengan tugas utama mengingat perkara yang berlatar belakang politik, khususnya masalah sabotase dan provokasi politik. Masa Orde Baru, Polri adalah bagian dari ABRI, yang tertulis dalam Undang- Undang Pokok Kepolisian No.13 tahun 1961. Masa Reformasi, dalam rangka meningkatkan profesionalisme kepolisian serta meningkatkan perannya selaku alat penegak hukum. Kedudukan Kepolisian Negara yang selama ini menjadi integral Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, perlu ditinjau kembali. Hal ini sejalan dengan aspirasi masyarakat, serta tuntutan reformasi ABRI. Sesuai dengan ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998, yang menstruksikan kepada Presiden selaku Mandataris MPR, antara lain agar me;laksanakan agenda reformasi di bidanghukum dalam bentuk pemisahan secara tegas fungsi dan wewenang aparatur penegak hokum. Pemisahan tersebut guna tercapainya proporsionalitas dan profesionalisme Polri dalam menghadapi abad ke 21. hal ini menjadi acuan instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 tentang Langkah- langkah Kebijaksanaan dalam rangka pemisahan Polri dengan TNI. Selanjutnya menjadi landasan formal bagi reformasi Polri. Instruksi Presiden tersebut, dilanjutkan dengan Keputusan Menhankam/Pangab Nomor 05 Kep/05/p/III/1999, tanggal 31 Maret 1999 tentang Pelimpahan Wewenang Penyelenggaran Pembinaan Kepolisian Republik Indonesia. Maka mulai tanggal 1 April 1999, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara resmi berpisah dari ABRI (yang mulai saat itu pula diganti menjadi TNI). Kemudian pemisahan tersebut dikuatkan dalam Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Laporan Kerja Praktek > Fakultas Hukum > 2007 |
Divisions: | Universitas Komputer Indonesia > Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia > Fakultas Hukum > Ilmu Hukum (S1) |
Depositing User: | Admin Repository |
Date Deposited: | 16 Nov 2016 07:44 |
Last Modified: | 16 Nov 2016 07:44 |
URI: | http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/8932 |
Actions (login required)
View Item |