KAMPANYE MEMPERBAIKI PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM MEMBUANG SAMPAH

Mustaqim (2006) KAMPANYE MEMPERBAIKI PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM MEMBUANG SAMPAH. Diploma thesis, Universitas Komputer Indonesia.

Full text not available from this repository.
Official URL: http://elib.unikom.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=rea...

Abstract

Kota Bandung kini sudah tidak senyaman dahulu. Aroma kesejukan, dan keramahan kotanya tak lagi terasa. Bandung saat ini justru makin kusut dan sumpek, seiring dengan bertambahnya penduduk yang mencapai 2,5 juta lebih jiwa. Angka ini, tentu saja telah melampaui ambang batas. Ketika pertama kali dibentuk sebagai Gemeente (semacam kotamadya), 1 April 1906, jumlah penduduknya 38.403 jiwa dengan luas wilayah 1.922 hektar. Kini dengan luas wilayah sekitar 17.000 hektar, jumlah penduduknya 2,5 juta jiwa. Ini berarti, kepadatan rata-rata penduduk sekitar 110 jiwa per hektar, jauh di atas standar yang ditetapkan PBB, 60 jiwa per hektar (sumber: www.Kompas Cyber Media.com). Sayangnya, penambahan penduduk Bandung tidak diikuti dengan kesadaran yang tinggi dalam mempertahankan kenyamanan kotanya. Masih banyak pihak yang membuang sampah tidak pada tempatnya, ditumpuk di ruas-ruas jalan dan bercampur jadi satu bahkan dibuang ke selokan-selokan saluran pembuangan air. Pemandangan semacam ini, tentu saja bisa dilihat di sejumlah sentra perdagangan tradisonal. Setiap hari sampah dari pasar tersebut menumpuk dan menimbulkan bau busuk yang menyengat kemana-mana. Kondisi ini akhirnya turut menjadi faktor penyebab kemacetan lalu lintas, karena hampir setengah badan jalan dipenuhi tumpukan sampah. Hal ini akan sangat berbahaya sekali bagi kesehatan karena timbunan sampah yang mudah membusuk akan menjadi sumber penyakit. Lalat-lalat yang hinggap ditimbunan sampah berpotensi menularkan berbagai penyakit yang berbahaya kepada manusia. Penyakit yang ditularkan oleh lalat-lalat tersebut di antaranya kolera, diare, disentri, tifus, dan virus penyakit saluran pencernaan. Ini merupakan resiko yang harus di tanggung masyarakat akibat rendahnya kesadaran dalam membuang sampah. Di TPA (tempat pembuangan akhir) sampah di wilayah Bandung, sistem open dumping yang dipakai tidak akan memecahkan masalah sampah ini, malah akan menimbulkan masalah baru. Sistem ini hanya akan menimbulkan gunungan sampah yang dapat menjadi pembunuh manusia pada saat musim hujan nanti. Tragedi yang telah banyak menelan korban jiwa seperti di Leuwigajah adalah salah satu contoh dimana buruknya penanganan sampah saat ini. Cara membuang sampah yang dilakukan oleh masyarakat khususnya ibu rumah tangga yang paling banyak saat ini yaitu dengan mencampurnya antara yang organik, non organik, bahkan bahan beracun berbahaya yang ditumpuk didalam satu tempat sampah. Hal ini tentunya akan menyulitkan petugas sampah yang akan mengangkut sampah tersebut ke TPA. Dan karena tidak ingin kerja ekstra maka akhirnya oleh petugas sampah, sampah tersebut langsung diangkut dan ditumpuk begitu saja di TPA bersama sampah-sampah lainnya dengan sistem open dumping yang ada sekarang ini. Hal inilah yang menjadi masalah karena sampah organik yang bercampur dengan sampah lain tidak akan terurai/terdegradasi secara sempurna yang berakibat menimbulkan bau busuk yang menyengat dan berpotensi menjadi sumber berbagai penyakit. Akan sangat berbahaya sekali saat turun hujan nanti karena polutan-polutan berbahaya dari sampah yang tidak terdegradasi akan bercampur jadi satu dan terbawa aliran air. Limbah cair (lindi) yang dihasilkan dari polutan sampah tersebut akan meresap kedalam tanah, mencemari sumber-sumber air penduduk dan mencemari lingkungan sekitarnya. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat setiap tahun sekitar 5 juta anak di seluruh dunia meninggal akibat air yang tercemar (sumber: Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi). Hal ini tentunya bukan sesuatu yang diinginkan, apalagi semua landfill hasil buangan sampah adalah warisan bagi generasi mendatang. Di TPA (tempat pembuangan akhir) sampah, dari sekian banyak sampah yang dibuang ternyata jenis sampah organiklah yang paling banyak yaitu sekitar 60-80% dari jumlah sampah yang ada. Sampah-sampah organik yang dihasilkan masyarakat hingga kini belum maksimal pemanfaatannya, padahal jika tidak dimanfaatkan resiko terhadap kesehatan penduduk dan kelestarian lingkungan menjadi taruhannya. Dengan kesadaran yang tinggi tentang pemanfaatan sampah organik ini oleh masyarakat, akan berperan besar dalam mengatasi permasalahan sampah di kota Bandung. Sebagai contoh dari 70% sampah organik yang ada jika di manfaatkan menjadi kompos, maka akan tereduksi menjadi sekitar 25% bahan kompos, yang sangat berguna untuk mengembalikan kesuburan tanah. Hal ini tentunya akan menghemat dan memperpanjang umur lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah sehingga menghemat penggunaan sumber daya alam. Oleh karena itulah merubah cara berfikir masyarakat sebagai penghasil sebagian besar sampah yang ada, menjadi mutlak. Dari membuang dirubah dengan memanfaatkannya. Dari sampah yang menjadi beban, dirubah menjadi komoditas. Teknologi dalam memanfaatkan sampah sudah banyak ditemukan seperti yang dibuktikan oleh kelompok mahasiswa yang tergabung dalam PPE ITB di Desa Marga Mulya, Pangalengan, Bandung. Mereka memamerkan bagan-bagan bagaimana kerja bioreaktor yang menghasilkan gas metan dan CH4 (biogas) di Gen-E Entrepreneurship Expo 2003. Teknologi sederhana Bio Reaktor Mini (BRM) Green Phoskko, yang kini telah beredar dan digunakan di sedikitnya 750 titik di Kota Bandung dan Cimahi, telah membuktikan kemampuan mengolah sampah menjadi kompos selambatnya dalam 14 hari saja. Pembuatan kompos di tingkat masyarakat dapat dibuat dengan lebih praktis, lebih sederhana, dan dalam waktu yang sangat singkat. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Bio Reaktor Mini (BRM) dalam proses pengomposan. Bio Reaktor Mini (BRM) ini dapat membuat kompos dengan kapasitas sekitar 200 liter. Penggunaan BRM sangat cocok diterapkan masyarakat di tingkat RT/RW dalam mengelola sampah. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan mengumpulkan sampah rumah tangga yang merupakan sampah organik yang jumlahnya sangat banyak. Setelah itu, kompos yang dihasilkan masyarakat tersebut bisa digunakan kembali untuk kepentingan masyarakat atau dijual untuk memperoleh keuntungan ekonomis.

Item Type: Thesis (Diploma)
Subjects: S1-Final Project > Fakultas Desain > Desain Komunikasi Visual > 2006
Divisions: Universitas Komputer Indonesia > Fakultas Desain
Universitas Komputer Indonesia > Fakultas Desain > Desain Komunikasi Visual (S1)
Depositing User: Admin Repository
Date Deposited: 16 Nov 2016 07:44
Last Modified: 16 Nov 2016 07:44
URI: http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/8087

Actions (login required)

View Item View Item