Yudanardi, Dani (2002) Implikasi Tentang Usulan Pengembalian Piagam Jakarta Kedalam Pembukaan UUD 1945.
Full text not available from this repository.Abstract
Obyek studi ini adalah Piagam Jakarta, sebuah dokumen sejarah yang mengandung arti bagi pergerakan perjuangan bangsa Indonesia. Piagam Jakarta adalah fundamen konsitusi dengan kandungan Islam di dalamnya. Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI bersidang untuk menetapkan naskah UUD dan preambul sebagai dasar negara Republik Indonesia, sejarah bermula ketika tujuh kalimat Islami yang berbunyi “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam pemeluk-pemeluknya dikurangi dan dirubah dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Golongan Islam yang dengan susah payah mencapai kompromi dengan golongan nasionalis atas dasar saling memberi dan saling menerima harus kecewa. Sejarah tidak dapat dirubah. Pencoretan Piagam Jakarta adalah bentuk kesalahan sejarah, tentunya hal ini memunculkan aspirasi dan wacana mengenai usulan pengembalian Piagam. Aspirasi tersebut menginginkan adanya pencantuman tujuh kata dalam Piagam Jakarta dalam konstitusi. Tujuan dari studi ini adalah mencoba menjelaskan apakah yang melatarbelakangi usulan pengembalian Piagam Jakarta kedalam pembukaan UUD 1945. Kemudian menganalisa apakah implikasi dari usulan pengembalian Piagam Jakarta. Studi ini menggunakan metode legal opinion. Teknik penulisan studi ini diperoleh melalui studi kepustakaan, dengan pendekatan deskriptif yang menggunakan bahan hukum primer, skunder, tersier dan berasal dari naskah UUD 1945, literatur-literatur dan artikel yang didapat dari koran, majalah dan internet. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa maraknya aspirasi dan wacana mengenai usulan pengembalian dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa dengan dikembalikannya Piagam Jakarta maka akan memungkinkan bagi penerapan syariah Islam. Tetapi fakta lain menunjukkan jika usulan tersebut diteruskan akan menimbulkan implikasi yaitu, pertama penghadapan antara agama dengan negara dalam posisi yang saling berhadap-hadapan dan menimbulkan posisi konfrontatif antara keduanya, kedua pada gilirannya akan menciptakan kecemasan-kecemasan akan perlakuan diskriminatif terhadap agama lain, ketiga terpinggirnya posisi aktivis Islam politik dan ketika Islam diposisikan sebagai salah satu unsur keberadaan negara maka Islam akan secara total mentransformasikan seluruh ketentuan dalam negara, maka negara akan mengawasi secara ketat melakukan pengawasan-pengawasan ketat atas pemberlakuan syariat Islam dalam kehidupan bermasyarakat. Keempat, perubahan terhadap perubahan UUD 45 tetapi masuk atau tidaknya tergantung dari respon parlemen, untuk sementara pembukaan UUD tidak dirubah karena mencerminkan syariat Islam.Kesimpulan dari studi ini adalah Perlu dimengerti bahwa rumusan Islami dalam Piagam Jakarta memang teramat penting, tetapi usulan mengenai pengembalian perlu atau tidaknya tujuh kalimat dalam Piagam Jakarta dicantumkan kembali seakan memaksa untuk memilih pada dua kutub yang sama-sama ekstrem. Kita harus beranggapan bahwa dalam konsiderans Dekrit Presiden 1959 Piagam Jakarta secara historis posisi dan fungsi Piagam Jakarta adalah bagian integral yang tidak terpisahkan dengan UUD 1945, pembicaraan Piagam Jakarta pasca Dekrit Presiden adalah memberikan jaminan konsitusi bagi umat Islam dalam melaksanakan syariat Islam yang tidak pernah hilang bahkan mejadi dasar otentik yang sah. Kalimat “menjiwai” UUD 45 itu merefleksikan nilai-nilai Piagam Jakarta dan tidak perlu diformalkan dalam UUD.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Collections > Koleksi Perpustakaan Di Indonesia > Perpustakaan Di Indonesia > JIPTUMM > S1-Final Project > Dept. Of Law > Th. 2002 > Even Semester |
Divisions: | Universitas Komputer Indonesia > Perpustakaan UNIKOM |
Depositing User: | Admin Repository |
Date Deposited: | 16 Nov 2016 07:38 |
Last Modified: | 16 Nov 2016 07:38 |
URI: | http://repository.unikom.ac.id/id/eprint/3089 |
Actions (login required)
View Item |